Bayan Shubuh Maulana Sa’ad 05-Des-2007
Markaz Nizamuddin,
Tujuan da’wah berhasil jika iman dan amal ada peningkatan.
Seorang mu’min dalam kegiatan sehari-hari (seperti sholat), bergerak atau tidak merupakan amal.
Ghas (Jaulah) dibuat sebelum adzan seperti terjadi yang terjadi di Madinah zaman sahabat.
Peringatkan orang lain tentang adzab Allah untuk perbaikan diri sendiri.
Da’wah seperti seorang pedagang yang berusaha menawarkan dagangan sebaik mungkin untuk keuntungan diri sendiri.
Da’wah bukan pidato, harus disertai dengan amal.
“wa man ahsanu qoulammimmanda’a ilaLLah…” -> qoulan = agama.
Syetan menghalangi dengan mengatakan “kamu da’wah tapi tidak beramal”, maka kondisi orang tersebut tidak berda’wah dan tetap dalam keadaan tidak beramal.
“fadzakkir fainnadzdzikra tanfaulmu’miniin” adalah dalil pentingnya beramal secara ijtima’i.
Amal ijtima’i mencegah dari kelalaian, jika amal fardhu tanpa ijtima’i agama akan rusak.
Amal ijtima’i bukan sekedar hubungan antar mu’min, tetapi ini adalah perintah Allah.
Satu-satunya asbab kerusakan umat saat ini karena da’wah ditinggalkan, tidak yakin dengan amal agama sehingga akhirnya menjual agama.
Kisah-kisah sahabat bukan sekedar cerita lama, tetapi merupakan amalan-amalan yang bisa kita amalkan.
Hanya dengan da’wah ilaLLah untuk meningkatkan iman.
Da’wah ilaLLah untuk orang mu’min, bukan untuk orang musyrik -> “Yaa ayyuhalladzima aamanuu hal adullukum….”
Kalau da’wah kepada orang musyrik disebut da’wah ilal islam.
Dengan da’wah ilaLLah kita selalu membicarakan kebesaran-kebesaran Allah, pasti akan meningkatkan iman dan amal agama menuju kepada pemurnian tauhid.
Mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan da’wah (ijtima’i) untuk meningkatkan kualitas amal infirodi.
Amal infirodi tidak meningkatkan iman, tetapi untuk melengkapi amal, sabda RosuluLLah: “Jaddiduu iimaanakum…” -> kum menunjukkan amal ijtima’i.
Jika kita sampaikan kalimat “laa ilaaha illaLLah” syirik dalam hati kita akan keluar dengan sendirinya.
Yakin atas perkara-perkara yang ghoib “… alladziinaa yu’minuuna bilghoib…”.
Usaha da’wah atas iman akan memperoleh:
1. Istiqomah atas perintah-perintah Allah
Istiqomah setelah ada ujian dari Allah, tidak ada istiqomah jika tidak diuji.
Riya’ adalah syirik amal, condong kepada selain Allah.
Tidak ada karena aku, tetapi karena Allah yang kuasa.
Mu’jizat nabi, karomah wali adalah perbuatan Allah, diberikan kepada manusia karena kemulaiaan akhlaq dan taqwanya.
Manusia adalah muhtaj (membutuhkan Allah dalam segala keperluannya).
Allah tidak suka orang yang berdo’a tetapi belum buat amal.
Perbedaan do’a dan da’wah, doa -> mohon ke Allah, da’wah -> Allah yang akan memberi.
Tidak ada kalimat “kebetulan”, semua berlaku atas kudrat / perbuatan Allah.
Kiamat untuk semua orang (kiamat kubra) akan terjadi jika tidak ada lagi orang yang mengakui segala sesuatu adalah ciptaan Allah.
Janji Allah hanya ada dalam amal, tidak ada dalam asbab.
Jika masih percaya dengan asbab, amal akan sia-sia.
“Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin” -> Berdoa dahulu baru bekerja.
Nafikan asbab dengan doa, baru kemudian kerjakan amal dengan hanya bergantung kepada Allah.
Orang yang lapar untuk Allah tidak akan dihisab pada hari kiamat.
Sahabat gembira dalam kemiskinannya, mereka sedih dengan kekayaannya.
Segala sesuatu bisa menjadi ujian melalui asbab.
orang musyrik / kafir gembira dengan asbab dan tenang dengannya.
2. Yakin dengan janji-janji Allah
Yakin dengan pertolongan (janji) Allah seperti pertolongan Allah dalam kisah-kisah nabi dan para sahabat.
Sahabat tidak percaya pada perkara-perkara dzahir, pertolongan Allah datang bukan karena mereka sahabat.
Sekarang adalah zaman penipuan dengan asbab, seolah-olah pertolongan Allah sudah tidak ada lagi.
Pertolongan Allah untuk umat akhir zaman 50 (lima puluh) kali dari sahabat, dan ganjarannya 70 (tujuh puluh) kali dari sahabat (muntakhab).
Kita cerita tentang nusroh Allah kepada para sahabat, tetapi kita tidak yakin nusroh Allah pada kita. Nusroh Allah tidak berhenti.
Cerita sahabat untuk belajar yakin bukan sekedar sejarah, kita pelajari apa amalan mereka yang menyebabkan nusroh Allah datang.
Bembira saat bertemu dengan Allah dalam shalat.
Utamakan amalan daripada asbab. Bukan meninggalkan asbab, tetapi jangan percaya asbab.
Contoh: Jika mendengar adzan tingalkan segala urusan untuk Allah (surat al-Jumu’ah). Sambut adzan dengan lisan dan perbuatan.
Contoh: Shalat dua rakaat dahulu baru kemudian kerjakan asbab dengan dzikruLLah.
Amal taat pada ilmu, amal ma’mum pada ilmu. Jika tidak kama asbab akan menjadi tuhan.
yahudi dan nasrani menjadikan asbab sebagai tuhan mereka.
GhoiruLLah tidak pantas disembah, jika alim ulama menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal ini akibat lebih percaya kepada asbab.
yahudi dan nasrani tahu hukum-hukum Allah tetapi lebih percaya pada asbab.
Ilmu adalah segala sesuatu yang menjadikan manusia taat kepada Allah, selain itu adalah arts (seni).
3. Ikhlas dalam amal
4. Yakin dengan ganjaran yang diberikan Allah
Tahapan kerja Maulana Ilyas:
Membayar gaji orang untuk buat da’wah tetapi tidak berhasil.
Membangun 250 madrasah, tetapi tidak berhasil. Uang habis sehingga sekeluarga kelaparan. Di madrasah “Kasyful ‘ulum” santri, ulama & keluarga sejak itu biasa lapar. Putranya Maulana Yusuf (anak tunggal) kelaparan, mengorek-orek tepung gandum untuk makan, Maulana Ilyas berdo’a (shalat hajat), doa diterima dan sejak saat itu yang datang ke masjid Banglawali tidak pernah lapar.
Mengajak manusia untuk berkorban dengan harta dan diri di jalan Allah berhasil.
Maulana Yusuf tiap hari bayan subuh 3 jam denga berdiri hingga akhir hayat. meninggal usia 48 tahun di jalan Allah sesuai dengan doanya. Beliau biasa bekerja keras di da’wah ini, tidak tidur lebih dari 4 – 5 jam perhari.
(Tambahan dari pentarjim) -> Pikir akhirat seperti membawa mobil, lihat ke depan (akhirat) konsentrasi penuh untuk mencapai tujuan, sekali-kali lihat ke kaca spion (dunia) untuk keseimbangan hidup.
Copyright © Juni 2010, Allah Kuasa Makhluk Tak Kuasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar