oleh Sutarom 'Tarom' pada 07 Maret 2011
عوذ بالله من الشيطان الرجيم
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
لحمد لله وحده, نحمده و نستعينه و نستغفره ونتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فهو المهتد ومن يضلله فلن تجد له وليا مرشدا, أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وتركنا على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها الا هلك, اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن دعا بدعوته الى يوم الدين. أما بعد, فيا عباد الله اوصيكم ونفسي الخاطئة المذنبة بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون. وقال الله تعالى في محكم التنزيل بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (ال عمران : 102)
..
Marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan...
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam
Al-Qur’an :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad Saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad) Saw. (Al-Ahzab : 56)
Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan, dan Selamatan [Bag. I]
Mendo’akan dan Memohonkan Ampun Untuk Orang Mati
Mendo’akan almarhum (-ah) atau memohonkan ampun bagi untuk Almarhum (-ah) merupakan salah satu dari hal-hal yang memang disyariatkan (diperintahkan) bagi umat Islam dan inilah yang juga terdapat dalam tahlilan. Begitu banyak nas-nas yang menunjukkan hal ini dan juga telah di sepakati oleh para Ahlul Ilmi (para Imam/Ulama). Diantaranya ;
والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hasyr 59 ; 10)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’alaa memberitahukan bahwa orang-orang yang datang setelah para sahabat Muhajirin maupun Anshar mendo’akan dan memohonkan ampun untuk saudara-saudaranya yang beriman yang telah (wafat) mendahului mereka sampai hari qiamat. [1] Mereka yang dimaksudkan adalah para tabi’in dimana mereka datang setelah masa para sahabat, mereka berdoa untuk diri mereka sendiri dan untuk saudara mukminnya serta memohon ampun untuk mereka. [2] Juga kaum Muslimin (orang yang masuk Islam) yang mendo’akan dan memohon ampun untuk saudara mukminnya termasuk kedalam ayat ini, dan ayat ini juga mengandung perintah bagi kaum Muslimin untuk mendo’akan para sahabat baik Muhajirin maupun Anshar. [3] Ini pendapat jumhur ‘Ulama.[4]
Jadi, jelas bahwa kandungan ayat ini adalah memerintahkan kaum muslimin untuk mendo’akan saudara muslimnya yang telah berlalu. Sekaligus ini merupakan hal yang dilakukan oleh salafush shaleh.
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan” (QS. Muhammad 47 : 19)
Ayat ini mengisyaratkan bermanfaatnya do’a atau permohonan ampun oleh yang hidup kepada orang yang meninggal dunia.[5] Dan merupakan keharusan bagi seorang mukmin mendo’akan atau memohonkan ampun untuk saudara muslimnya, karena itu merupakan shadaqah. [6]
رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات ولا تزد الظالمين إلا تبارا
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”. (QS. Nuh 71 : 28)
Frasa “Rabbi-ighfirli wa liwalidayya” bermakna ya Rabb aku memohon kepada-Mu agar mengampuni atas dosa-dosaku dan mengampuni dosa-dosa kedua orang tuaku, dari do’a ini dipahami bahwa keduanya adalah mukmin. Frasa “wa liman dakhala baitiy mukminan” bermakna ampunia ya Ilahi setiap orang yang masuk kedalam rumahku, dan ia adalah orang yang beriman, tidak termasuk ke do’a ini jika yang masuk adalah orang kafir. Frasa “wa lil-mu’miniina wal mu’minaat” bermakna ampunilah ya Rabb dosa-dosa orang-orang laki-laki dan perempuan yang beriman kepada-Mu sampai hari kiamat”. [7] Dari sini juga dapat dipahami bahwa do’a itu sampai baik kepada kedua orang tua maupun orang –orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan.
ربنا اغفر لي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (QS. Ibrahim 14 : 41)
Ayat ini secara jelas menunjukkan do’a untuk kedua ibu bapak yang muslim dan juga untuk orang-orang mukmin secara keseluruhan. Dan ini merupakan dalil bahwa do’a kepada mereka sampai dan memberikan manfaat.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم كلما كان ليلتها من رسول الله صلى الله عليه وسلم يخرج من آخر الليل إلى البقيع فيقول السلام عليكم دار قوم مؤمنين وأتاكم ما توعدون غدا مؤجلون وإنا إن شاء الله بكم لاحقون اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد.
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pada malam hari yaitu keluar pada akhir malam ke pekuburan Baqi’, kemudian Rasulullah mengucapkan “Assalamu’alaykum dar qaumin mu’minin wa ataakum ma tu’aduwna ghadan muajjaluwna wa innaa InsyaAllahu bikum laa hiquwn, Allahumma lil-Ahli Baqi al-Gharqad”. [8]
Syaikhul Islam al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan hadits ini dalil anjuran ziarah kubur, mengucapkan salam atas ahlul qubur, doa atas mereka serta menyayangi mereka. [9] Dari ayat ini dapat dipahami bahwa do’a kaum Muslimin untuk orang yang sudah meninggal (mayyit) memberikan manfaat bagi mereka.
عن أبي هريرة قال صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم على جنازة فقال اللهم اغفر لحينا وميتنا وصغيرنا وكبيرنا وذكرنا وأنثانا وشاهدنا وغائبنا اللهم من أحييته منا فأحيه على الإيمان ومن توفيته منا فتوفه على الإسلام اللهم لا تحرمنا أجره ولا تضلنا بعده
“Dari Abu Hurairah, ia berkata ; Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam shalat atas jenazah maka Rasulullah berdo’a : “ya Allah berikanlah ampunan diantara kami yang hidup dan mati, diantara kami yang masik kecil dan tua, laki-laki dan perempuan, yang hadir dan yang tidak, ya Allah Engkau yang yang menghidupkannya diantara kami maka hidupkanlah diatas keimanan dan Engkau yang mewafatkannya diantara kami maka wafatkanlah dalam keadaan Islam, ya Allah janganlah engkau halangi pahalanya dan janganlah engkau sesatkan diantara kami setelah wafatnya”. [10]
Hadits ini juga menunjukkan bahwa do’a yang dipanjatkan kepada Allah bermanfaat bagi yang meninggal dunia. Walaupun hadits ini terkait dengan shalat jenazah namun asal do’a untuk jenazah bisa dipanjakat tidak hanya dalam shalat jenazah saja.
Oleh karena itu Syaikhul Islam Imam an-Nawawi rahimahullah menuturkan dalam kitab beliau yaitu al-Adzkar menuturkan tentang Ijma’ Ulama’ ;
“Bab perkataan dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi mayyit : ‘Ulama telah ber-ijma’ bahwa do’a untuk orang meninggal dunia bermanfaat dan pahalanya sampai kepada mereka. Dan ‘Ulama’ berhujjah dengan firman Allah : {“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami (59:10)”}, dan ayat-ayat lainnya yang maknanya masyhur, serta dengan hadits-hadits masyhur seperti do’a Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam “ya Allah berikanlah ampunan kepada ahli pekuburan Baqi al-Gharqad”, juga do’a : “ya Allah berikanlah Ampunan kepada yang masih hidup dan sudah meninggal diantara kami”, dan hadits- yang lainnya.” [11]
Dari penuturan Syaikhul Islam al-Imam an-Nawawi kita ketahui bahwa dalam hal bermanfaatnya dan sampainya do’a bagi mayyit sudah merupakan ijma’ ulama, tidak ada perselisihan mengenai hal ini. Dalam fiqh Sunnah :
“(Diantara amal kebaikan untuk mayyit) adalah do’a dan istighfar bagi mayyit, dan ini telah menjadi kesepakatan atasnya berdasarkan firman Allah “(QS. al-Hasyr 59 ; 10)”, dan telah berlalu sabda Rasulullah shallalahu ‘alayhi wa sallam ; “apabila kalian shalat atas mayyit maka hendaknya kalian ikhlas berdoa untuknya”, dan diantara do’a Rasululllah shallallahu ‘alayhi wa sallam : “ya Allah ampunilah orang yang hidup diantara kami dan juga yang mati”, dan ulama salaf maupun khalaf mereka tidak pernah meninggalkan berdo’a untuk mayyit, memohonkan rahmat dan ampunan bagi mereka tanpa ada satupun yang mengingkari”. [12]
‘Ulama berhujjah dengan ayat dan hadits-hadits yang telah dituturkan sebelumnya. Oleh karena itu siapa-siapa saja yang menentang ijma’ berarti telah menyimpang dari jalan yang haq. []
Catatan Kaki :
[1] Lihat : Tafsirul Jalalain (al-Mahalliy wa as-Suyuthiy)
[2] Lihat Tafsir Ma’alimut Tanzil lil-Imam al-Baghawi (w. 516 H).
[3] Lihat ; al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an lil-Imam al-Qurthubiy (w. 671 H).
[4] Lihat : al-Muharrar al-Wajiz (6/334) li-Ibni ‘Athiyah.
[5] Lihat : Subulus Salam (3/152) ;
[6] Lihat : al-Muharrar al-Wajiz (6/136) li-Ibni ‘Athiyah.
[7] Lihat : Tafsil al-Wasith li-Sayyid Thanthawiy.
[8] Shahih Muslim no. 1618 ; Sunan an-Nasa’i no. 2012 ; Assunanul Kubra lil-Imam al-Baihaqiy (4/79) ; Musnad Abu Ya’la no. 4635 ; Shahih Ibnu Hibban no. 3239 ;
[9] Lihat ; Syarah Shahih Muslim (3/400).
[10] Sunan Abu Daud no. 2786 ; Sunan Imam at-Turmidzi no. 945, hadits hasan shahih ; Sunan an-Nasaa’i no. 1960 ; Sunan Ibnu Majah no. 1487 ; Musnad Ahmad no. 8453 ; as-Sunanul Kubra lil—Baihaqi (4/41) ; al-Mustadrak ‘alaash Shahihain no. 1273 , Imam al-Hakim mengomentari bahwa hadits ini shahih atas syarat Syaikhan ; Musnad Abu Ya’laa no. 5875 ; Shahih Ibnu Hibban no. 3135 ; dan yang lainnya.
[11] Al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam an-Nawawi hal. 150 ; al-Majmu' (15/521)
[12] Lihat : Fiqh Sunnah li-Sayyid Sabiq (1/586).
Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan, dan Selamatan [Bag. II]
Bershaqadah Atas Nama Orang Mati adalah Bermanfaat dan Sampai Pahalanya
Bershadaqah ini pahalanya di berikan kepada yang meninggal dunia (orang mati). Dalam tahlilan, shadaqah ini atas niat baik atau keinginan keluarga al-Marhum (-ah) sendiri yang pahalanya diberikan kepada keluarganya yang meninggal dunia. Sebagai seorang yang berakal, kita akan berfikir betapa beruntungnya memiliki keluarga penyayang hingga bersedia menshaqadahkan hartanya atas nama al-Marhum (-ah). Shadaqah yang diberikan atas nama al-Marhum (ah) adalah sampai dan memberikan manfaat kepada orang yang meninggal dunia, sebagai mana riwayat Imam Muslim pada bab sampainya pahala shadaqah kepada mayyit :
أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن أمي افتلتت نفسها ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها قال نعم
“Sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, kemudian ia berkata ; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia (mendadak) namun ia belum sempat berwasiat, dan aku menduga seandainya sempat berkata-kata ia akan bershadaqah, apakah ia akan mendapatkan pahala jika aku bershadaqah atas beliau ?, Nabi kemudian menjawab ; “Iya (maka bershadaqahlah, riwayat lain)”.[1]
Ini adalah hadits yang secara gamblang (sharih) dan shahih menyatakan sampainya pahala shadaqah untuk mayyit. Oleh karena itu Syaikhul Islam al-Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengomentari ;
“Pengertian dalam hadits ini adalah bahwa shadaqah dari mayyit bermanfaat dan pahalanya sampai kepada mayyit, dan hal itu demian juga dengan ijma’ ulama, sebagaimana juga ulama ber-ijma’ atas sampainya pahala do’a dan membayar hutang berdasarkan nas-nas yang telah warid didalam keseluruhannya, dan sah berhaji atas mayyit apabila haji Islam, dan seperti itu juga ketika berwasiat haji sunnah berdasarkan pendapat yang ashah (lebih sah), dan Ulama berikhtilaf tentang pahala orang yang meninggal dunia namun memiliki tanggungan puasa, pendapat yang rajih (lebih unggul) memperbolehkannya (berpuasa atas namanya) berdasarkan hadits-hadits shahih tentang hal itu”. [2]
Bahkan ulama telah berijma’ atas sampainya pahala shadaqah kepada mayyit. Sangat disayangkan perkataan orang-orang awak, ahli bid’ah dan ahli bicara yang menyangkal sampainya pahala shadaqah kepada mayyit, sebab disamping mereka telah menolak ijma’ Ulama, mereka juga telah menentang hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Juga hadits dari Ibnu ‘Abbas ;
أن سعد بن عبادة رضي الله عنهم أخا بني ساعدة توفيت أمه وهو غائب عنها فأتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن أمي توفيت وأنا غائب عنها فهل ينفعها شيء إن تصدقت به عنها قال نعم قال فإني أشهدك أن حائطي المخراف صدقة عليها
"Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin Ubadah radliyallahu ‘anhum saudara Bani Sa’idah meninggal dunia namun ia tidak ada disana, maka ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhia wa sallam, ia berkata ; “ya Rasulallah sesungguhnya ibuku meninggal dunia dan aku tidak berada disana, maka apakah bermanfaat baginya sesuatu yang aku shadaqahkan untuknya ?, Rasulullah menjawab : “iya”. Dan Sa’ad berkata ; “Sesungguhnya aku persaksikan engkau ya Rasulullah bahwa kebun kurma yang berbuah sebagai shadaqah untuknya”.
Hadits ini juga menunjukkan sampainya pahala shadaqah untuk mayyit. Lebih jauh lagi Syaikhul Islam al-Imam an-Nawawi dalam kitab yang sama mengatakan :
“Barangsiapa yang menghendaki kebaikan untuk ibu bapaknya maka bershadaqahlah untuk keduanya, sesungguhnya pahala shadaqah sampai dan bermanfaat kepada mayyit tanpa ada perselisihan diantara kaum muslimin, dan ini adalah benar. Adapun mengenai yang dikisahkan oleh Qadli dari pada qadli Abul Hasan al-Mawardi al-Bashriy al-Faqih asy-Syafi’i didalam kitabnya (al-Hawiy) tentang sebagian ahli bicara yang menyatakan bahwa mayyit tidak bisa menerima pahala setelah kematiannya, itu adalah pendapat yang bathil secara qath’i dan kekeliruan diantara mereka berdasarkan nas-nas al-Qur’an, as-Sunnah dan kesepakatan (ijma’) umat Islam, maka tidak ada toleransi bagi mereka dan tidak perlu di hiraukan. Mengenai shalat dan puasa, madzhab asy-Syafi’i dan jumhur ‘Ulama adalah pahala keduanya tidak sampai kepada mayyit, kecuali puasa yang wajib atas mayyit maka boleh di qadla’ oleh walinya atau orang lain yang diberikan izin oleh walinya, sesungguhnya dalam masalah ini terdapat dua qaul dalam syafi’iyah dimana yang lebih masyhur dari dua qaul itu adalah tidak sah, namun pendapat yang lebih shahih menurut ‘Ulama ahli tahqiq mutaakhkhirin madzhab Syafi’iyah sesungguhnya itu sah, dan akan aku perjelas masalah ini dalam kitab puasa, InsyaAllah”. [3]
Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshariy mengatakan ;
“(dan bermanfaat baginya) yaitu bagi mayyit yang berasal dari ahli waris atau selain ahli waris (berupa shadaqah dan do’a) berdasarkan ijma’ dan selainnya. Adapun mengenai firman Allah (dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya) adalah ‘amun makhshush (umum yang telah dikhususkan) dengan hal itu, bahkan dikatakan itu hukumnya telah di hapus (mansukh), sebagaimana bermanfaat bagi mayyit dengan yang demikian, juga bermanfaat bagi orang yang bershadaqah dan orang yang berdo’a”. [4]
Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’i terkait do’a dan shadaqah juga menyatakan sampai.
“Adapun do’a dan shadaqah, maka pada yang demikian ulama telah sepakat atas sampainya pahala keduanya, dan telah ada nas-nas dari syariat atas keduanya”. [5]
Didalam Fiqh Sunnah :
“Shadaqah : dan sungguh Imam an-Nawawi telah menceritakan adanya ijma’ ulama atas bermanfaatnya bagi mayyit dan sampainya pahala untuknya sama saja baik dari anaknya atau yang lainnya”.[6]
Catatan Kaki :
[1] Shahih Muslim no. 1672 ( Bab sampainya pahala shadaqah dari mayyit atas dirinya) dan no. 3083 (Bab Bab sampainya pahala shadaqah kepada mayyit), dalam bab ini Imam Muslim mencantum beberapa hadits lainnya yang redaksinya mirip ; Mustakhraj Abi ‘Awanah no. 4701.
[2] Lihat ; Syarah Shahih Muslim (3/444) ;
[3] Lihat ; Syarah Shahih Muslim (1/89-90) ;
[4] Lihat ; Fathul Wahab li-Syaikhil Islam al-Imam Zakariyya al-Anshariy asy-Syafi’I (2/31).
[5] Lihat ; Tafsirul Qur’an al-‘Adzhim li-Ibni Katsir (7/465).
[6] Lihat : Fiqh Sunnah li-Sayyid Sabiq (1/586).
"Ya Allah, aku berlindung kpd-Mu dari azab jahannam, & azab kubur, & fitnah kehidupan & kematian & dari jahatnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal" (HR Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar